Saturday, May 2, 2015

Scenario Of Love (SOL) Part 2 ~RiFy~

Scenario Of Love (SOL)
Siska Friestiani @siskahaling


IFY POV

        Aku merasa sinar mentari masuk menulusup ke kamar dan sedikit menyilaukanku, heyy, tunggu aku merasa tubuhku direngkuh oleh seseorang? Siapa? Dannnnnn.......... Oh My God, mataku membulat sempurna saat mengetahui Rio tidur sambil memeluk ku, apa benar ini Rio? Mario Stevano Aditya Haling? Suami ku? Bagaimana bisa? Bahkan sekarang aku baru sadar aku tidur sambil bersandar di dada bidangnya. Nyaman, yah aku merasakan ini sangat nyaman, apa senyaman ini saat bersandar di dada bidang Rio, bahkan sekarang aku juga merasakan hangat hembusan nafasnya di puncak kepalaku. Tapi bagaimana ini bisa terjadi? Dan bahkan seingatku aku tertidur dimeja makan karena menunggu Rio pulang. Sudahlah aku tidak akan menemukan jawabannya, lebih baik aku bangun dan menyiapkan sarapan lagi pula hari ini aku harus menyelesaikan beberapa desainku yang hari ini harus selesai. Aku melepaskan tangan Rio yang masih memeluk pinggangku dengan hati-hati lalu secara perlahan aku bangun dan ‘arghhh’, kenapa ini? Kenapa kepalaku rasanya sangat sakit seperti dihantam batu besar, tanpa ku hiraukan rasa sakitku aku berusaha bangun dan melangkah menuju dapur untuk membuat sarapan.

        Aku memakai lip gloss dan memoleskan bedak tipis untuk menyamarkan wajah pucatku, jujur aku merasa tubuhku benar-benar tidak enak sekarang, kepala pusing, perut melilit, dan tenggorokanku sakit, apa aku sakit? Tapi aku juga tidak mungkin meninggalkan pekerjaanku saat ini, hari ini benar-benar harus selesai. lalu aku mengalihkan pandanganku ke Rio yang masih tidur, aku memutuskan untuk tidak membangunkannya karena aku tau Rio pulang pasti agak larut, aku tau karena aku menunggunya sampai tertidur.


RIO POV
 
        Aku mengerjapkan mataku saat silau matahari menerpa wajahku, aku rasa ada yang kurang? Dan benar saja Ify sudah tidak ada disampingku, kemana dia? Aku langsung bergegas menelusuri setiap sudut rumah, tidak ada. Dan bahkan di dapur tempat biasanya ketika pagi seperti ini pun tidak ada, aku hanya menemukan roti dan segelas susu di meja makan, ya ini pasti Ify yang menyiapkannya buat ku, lalu sekarang dia kamana? apa dia ke butik? Aishhhh, desis ku benar-benar kesal, dan untuk yang kesekian kalinya Ify benar-benar membuatku khawatir dan sekarang aku sangat-sangat khawatir, bagaiman tidak dia sedang sakit dan dengan bodohnya dia nekat untuk pergi bekerja, rasa kesal ku seakan sudah berkumpul  ubun-ubun hanya untuk merutuki kebodohannya. Aku bergegas mengambil kunci mobil dan langsung pergi ke butiknya, tanpa memperdulikan penampilanku saat ini, khas orang bangun tidur menggunakan trening panjang, kaos putih polos, dan rambut acak-acakan, sungguh aku tidak memperdulikannya, yang aku fikirkan saat ini adalah Ify bagaimana jika terjadi apa-apa, pingsan di butik mungkin, arghhh, Rio singkirkan pikiran negatifmu.
 
        Aku langsung memakirkan mobil dan melangkah ke ruangan Ify, aku sadar banyak karyawan Ify yang menatapku kagum, aneh, atau apalah, tapi aku tak memperdulikannya, dan aku berjalan agak cepat untuk sampai ke ruangan Ify.
 
IFY POV
 
        Aku benar-benar nggak fokus untuk melanjutkan desain ku saat ini, yang benar saja mana bisa aku fokus jika kepala pusing, perut melilit dan rasanya badanku pun sakit semua, God, kenapa aku? Kenapa sakit gini, aishh, pasti karena dari semalam aku tidak makan, tapi mau makan sekarang juga tidak mungkin, perutku benar-benar sangat sakit, aku sampai menekannnya berharap rasa sakitnya setidaknya sedikit berkurang.
 
        “Ceklekk” pintu ruanganku tiba-tiba terbuka, mau tak mau aku mendongakkan kepalaku, haaaa, aku tidak salah liat? Rio kesini? Kebutik? Ada apa? Bahkan lihat penampilannya, trening panjang, kaos putih polos, rambut acak-acakan, aishhh... dan bahkan menurutku Rio terlihat lebih... seksi. Rio masih berjalan ke arahku dengan tatapan datar dan dingin seperti biasa. Pikiranku lenyap seketika, ketika aku rasa perutku terasa semakin sakit.
 
        “Loe bener-bener mau bikin malu gue dengan cap nggak becus mengurus istri?” tanya Rio ketika sampai di meja kerjaku. Bahkan tatapannya semakin menakutkan. Aku masih diam, masih berusaha mencerna setiap kata yang keluar dari bibir Rio.
 
        “Ha... maksud loe apaan?” tanyaku berusaha setenang mungkin padahal jantungku sudah berdetak tak karuan sama seperti kapala dan perutku yang terasa semakin tak karuan.
 
        “Ck” decak Rio kesal
 
        “Loe bahkan sekarang benar-benar seperti orang bodoh yang ingin bunuh diri, loe lagi sakit kenapa nekat ke butik?” tambahnya lagi, membuatku semakin kaget, apa? jadi Rio kesini karena tau aku sedang sakit dan nekat bekerja? Apa dia mengkhawatirkan ku?
 
        “Loe khawatirin gue?” tanyaku memastikan pikiranku saat ini, sekuat tenaga menahan rintihan perutku yang sakit dan kepala yang semakin berat
 
        “Cissss, loe jangan terlalu PD, gue cuma nggak mau orang tua sama mertua gue mencap gue nggak becus mengurus istri” jawabnya tanpa beban, rasanya rasa kesal langsung berkumpul di kepalaku, dan siap dilampiaskan ke apapun yang ada di depanku, tapi itu aku urungkan untuk menghemat tenagaku saat ini.
 
        “Pulanglah, gue nggak papa, loe nggak perlu juga repot-repot kesini Cuma buat nyuruh gue istirahat” ucapku sengit sambil berusaha memfokuskan tangan kananku untuk terus mencoret-coret lembar putih di depanku, dan tangan kiriku masih setia menahan perih di perut. Dan aku lihat Rio sedikit kaget dengan ucapanku barusan
       
        “Ck” decakku samakin kesal karena sudah beberapa menit dia tidak keluar dari ruanganku, aku menatapnya tajam berharap dia keluar dari ruang kerjaku sekarang, tapi Rio malah membalas tatapanku dengan santai seperti tatapan tajamku tidak berpengaruh padanya, lalu ku putuskan untuk berdiri ingin keluar dari ruangan yang sangat tak nyaman, namun.........
 
        “Arghhhh” erangku spontan saat kurasa perut dan kepalaku semakin sakit saat kucoba untuk berdiri. Sesaat kemudian dapat kurasakan seseorang menyanggah tubuhku agar tidak jatuh, yahhh, udah pasti itu Rio, Rio menyanggah kedua bahuku dari belakang dan otomatis sekarang untuk kedua kalinya aku bersandar di dada bidangnya.
 
        “Kita kerumah sakit” ucapnya datar tapi sedikit tersirat rasa khawatir dari wajah tampannya
 
        “Gue nggak mau” ucapku lemah karena tenagaku sudah benar-benar tak ada, lagi pula aku sangat membenci obat dan bau rumah sakit.
 
        “Loe bener-bener mau buat cap buruk ke gu-“
 
        “Please” potongku cepat sebelum Rio menyelesaikan ucapannya, karena sungguh aku muak dengan yang namanya rumah sakit. Dan dapat ku dengar Rio menghela nafas pasrah.
 
        “Baiklah, kita kerumah saja” ucapnya dan langsung mengangkatku dengan kedua tangan kokohnya, sebelum akhirnya semua terasa gelap.
 
RIO POV
 
        Aku langsung membuka ruang kerja Ify saat aku telah sampai di depan pintu ruangannya, aku lihat dia sedikit kaget dengan kedatangn ku di butiknya, tapi aku tak hiraukan, aku masih berjalan dengan langkah tenangku.
 
        “Loe bener-bener mau bikin malu gue dengan cap nggak becus mengurus istri?” ucapku ketika sampai di mejanya, berusaha memberi tatapan menakutkanku
 
        “Ha... maksud loe apaan?” tanya Ify, aku berdecak kesal, aku tau nadanya di buat tenang
 
        “Loe bahkan sekarang benar-benar seperti orang bodoh yang ingin bunuh diri, loe lagi sakit kenapa nekat ke butik?” tanyaku yang sudah kesal dengan sikap Ify yang seolah-olah tidak terjadi apa-apa dengan dirinya
 
        “Loe khawatirin gue?” tanya Ify, oh god, betapa bodohnya perempuan di hadapan ku ini, sungguh dan pasti aku sangat mengkhawatirkannya, terlebih dia istriku.
 
        “Cissss, loe jangan terlalu PD, gue nggak mau orang tua sama mertua gue mencap gue nggak becus mengurus istri” jawabku berbanding terbalik dengan hatiku, dan kulihat raut wajah Ify berubah kesal dan sangat kesal,
 
        “Pulanglah, gue nggak papa, loe nggak perlu juga repot-repot kesini Cuma buat nyuruh gue istirahat”  apa katanya, nggak papa? Jangan kira aku orang bodoh Ify, bahkan sekarang wajahmu seperti mayat hidup dan dengan bodohnya kau bilang tidak apa-apa. Dan bahkan sedari tadi tangan kirinya masih setia berada di bawah meja yang aku tau pasti menahan rasa sakit, walaupun tangan kanannya berusaha untuk mencoret-coret kertas dihadapannya. lalu Ify menatapku dengan tatapan tajamnya, jujur aku berusaha mati-matian untuk tidak gentar dengan tatapannya, karena baru kali ini aku melihat tatapan tajam dari Ify.
 
        “Ck” decaknya kesal. mungkin karena aku masih diam diposisiku. Lalu ku lihat dia bangkit dari duduknya dan...
 
        “Arghhhh” erang Ify sambil menekan perutnya, detik berikutnya aku langsung menyanggah kedua bahunya ketika ku lihat Ify akan ambruk.
 
        “Degh” jantungku berdetak saat menatap mata Ify dengan jarak sedekat ini untuk pertama kalinya, apalagi sekarang posisinya Ify bersandar di dadaku.
 
        “Kita kerumah sakit” ucapku setelah beberapa saat dapat mengontrol detak jantungku. Sungguh aku benar-benar khawatir saat ini.
 
        “Gue nggak mau” jawabnya lemah, aku tau saat ini tenaganya sudah benar-benar habis.
 
        “Loe bener-bener mau buat cap buruk ke gu-“
 
        “Please” potongnya cepat saat aku belum menyelesaikan kata-kataku. Aishhh.. Ify benar-benar ingin membunuhku karena rasa khawatir, bahkan sekarang untuk bicara saja dirinya sudah tidak mampu, tapi masih menolak saat aku ingin bawa kerumah sakit, aku benar-benar tidak tau dengan jalan fikirannya.
 
        “Baiklah, kita kerumah saja” ucapku menyerah, karena sungguh aku tidak bisa menolak nada bermohon Ify jika sudah seperti ini, aku harus benar-benar menurunkan ego ku. Lalu ku angkat Ify dengan kedua tanganku, sampai akhirnya aku lihat Ify menutup matanya, aku langsung mempercepat langkah ku, benar-benar khawatir saat ini.
 
        “Handle semuanya” ucapku pada saat aku lihat seorang karyawan membawa map biru yang sepertinya ingin menuju ke ruangan Ify
 
        “Ba-baik pak” ucapnya sedikit tergagap, mungkin masih sedikit kaget melihat kondisi Ify saat ini. Lalu aku malanjutkan langkah ku dan langsung meletakkan Ify di kursi penumpang disamping kursi kemudi, setelah semuanya kurasa aman lalu ku lajukan mobil ku meninggalkan butik.
 
******
        Aku benar-benar membawa Ify kerumah, sebenarnya aku khawatir dan ingin membawa Ify kerumah sakit, tapi mengingat Ify benar-benar tidak ingin dibawa kerumah sakit, lalu ku urungkan niatku, setidaknya tidak memperburuk saat Ify sadar dan dia berada di rumah sakit. Ku baringkan Ify di tempat tidur dengan sangat hati-hati, seakan Ify adalah barang berhargaku yang tidak boleh rusak bahkan lecet sidikitpun. Lalu ku tatap wajahnya, pucat, sudah pasti. lalu ku usap puncak kepalanya dengan sayang, sungguh aku tidak bisa melihat kondisinya seperti ini, andai saja aku bisa mengganti rasa sakitnya.
 
        “Drttt...drttt...drtt” kurasa handphone ku bergetar, lalu ku ambil dari kantong celanaku dan kulihat “tuan haling” tertera di layar HP ku
 
        “Hallo pa” jawabku sekenanya, tanpa berhenti tangan kananku masih mengelus puncak kepala Ify
 
        “Hallo tuan muda Haling, kenapa kamu belum berangkat ke kantor?” jawab dan tanya papaku di sebrang sana.
 
        “Apa papa yakin menyuruhku ke kantor saat ini? Dengan kondisi menantu kesayangan papa sedang sakit?” tanyaku ke papa, yah.. papa dan mama sangat menyayangi Ify, bahkan rasa sayangnya melebihi rasa sayangnya ke aku yang notabennya adalah anak kandungnya sendiri, dan itu membuatku sedikit kesal.
 
        “Apa Ify sakit? Apa kamu kurang becus menjaga menantuku? Tanya papa nadanya berubah dingin, benar dugaan ku, aku akan tidak dianggap anak lagi mungkin setelah ini.
 
        “Tidak, hanya saja menantu papa yang bandel tidak menuruti nasehatku” jawabku lagi
 
        “Baiklah kamu jaga Ify baik-baik, papa sama ayah mertuamu akan menghendle pekerjaanmu saat ini”  jawab papa dan membuatku sedikit bernafas lega sekarang
 
        “Hmm, baiklah” jawab ku singkat
 
        “Ingat tuan muda, jaga menantuku baik-baik” ucap papa lagi lalu detik berikutnya langsung memutuskan sambungan sebelum aku menjawab perkataannya
 
        “Aishhhh, gue ngerasa anak tiri” desisku dan langsung kembali fokus ke Ify. Lalu kuputuskan untuk memanggil Gabriel sahabatku yang sekarang berprofesi sebagai dokter
 
        “Hallo yel” ucapku ketika sambungan terhubung
 
        “.......”
 
        “Loe kerumah gue sekarang bisa? Ify sakit” jawabku dan ku dengar Gabriel setuju
 
        “Baiklah” jawabku kembali
 
        Lima belas menit kemudian ku dengar suara bel di depan rumah dan ku yakin itu Gabriel dan buru-buru aku membuka pintu rumah.
 
        “Hallo tuan muda Haling” ucap Gabriel setelah pintu rumah terbuka
 
        “Maaf tuan damanik saya tidak memanggil anda untuk menggoda saya” ucapku sambil menatap Gabriel kesal, namun Gabriel hanya terkekeh
 
        “Hahaha. Baiklah, baiklah” ucapnya dan langsung mengikutiku menuju ke kamar saat ini.
 
       
        “Gimana yel” tanyaku langsung ketika ku lihat Gabriel selesai memeriksa kondisi Ify
 
        “Ify hanya kecapean, dia terlalu memforsir tenaganya hingga membuatnya kelelahan, dan....”
 
        “Dan apa?” potongku cepat saat Gabriel ingin melanjutkan kata-katanya, karena aku benar-benar khawatir sekarang
 
        “Dan gue lihat ada gejala maag, ini memang baru gejala, tapi nggak bisa juga di anggap remeh, karena jika terus di biasakan Ify telat makan seperti ini, akan menyebabkan luka di lambungnya dan tentunya sangat berbahaya. Gue harap loe bisa jaga pola makan dan waktu istirahat Ify, dan jangan biarkan Ify memforsir tenaganya buat bekerja” jelas Gabriel panjang lebar, dan sekarang aku benar-benar merasa menjadi suami yang paling berengsek, bahkan tingkat pola makan istriku saja aku sampai tidak memperhatikannya
 
        “Nggak perlu khawatir gitu, semuanya bakal baik-baik aja asal loe mau mengontrol pola makan dan waktu istirahatnya, ini resep obatnya, nanti loe bisa tebus di apotik” tambah Gaberil lagi berusaha menenangkan ku, aku hanya mengangguk
 
        “Gue pamit yo, ada pasien yang harus aku tangani lagi di rumah sakit” pamit Gabriel
 
        “Ya,, makasih Yel” ucapku sambil berusaha mengembangkan senyum ku
 
        “Itu gunanya sahabat tuan Haling” ucap Gbariel sambil tersenyum ringan, dan aku jawab dengan senyuman juga
 
        “Ingat pesan gue Yo” ucap Gabriel lagi akhirnya menghilang dari pandangan ku
 
        Aku melangkahkan kakiku mengambil kursi untuk duduk di samping ranjang, aku elus puncak kepala Ify dengan sayang. Merasa orang paling bodoh saat ini
 
        “Maaf gue terlalu cuek sama loe, tapi please jangan tinggalin gue” ucap ku dan kemudian mengecup kening Ify setelah itu aku beranjak untuk menebus obat dan membelikannya bubur.
 
        Hanya butuh waktu dua puluh menit untuk aku menebus obat dan membelikan Ify bubur, aku buru-buru masuk kekamar, takut Ify sudah bangun dan menunggu lama. Mataku langsung terbelalak saat mengetahui Ify tidak ada di dalam kamar, kemana Ify? Apa terjadi sesuatu sama Ify? Jantung berdetak lebih cepat karena takut, seketika semua pikiran negatifku menyeruap di fikiranku, jelas saja saat ini Ify tidak ada di kamar
 
        “IFYYY,,, FYYYY” teriaku menggema di kamar
 
        “IFFF-“ ucapanku terpotong saat mendengar suara derit pintu  kamar mandi terbuka dan keluar sosok Ify disana, orang yang aku cari. Nafas lega langsung ku lepaskan begitu saja. Lega rasanya saat melihat Ify keluar dari kamar mandi sambil berjalan sedikit tertatih.
 
        “Loe fikir gue budeg ha? Kenapa teriak-teriak gitu?” cerocosnya langsung walau dengan nada sedikit lemah, tapi tidak ku hiraukan aku masih merasa senang saat mengetahui Ify tidak kenapa-kenapa. Lalu ku lihat dia berjalan menuju tempat tidur aku mengikutinya dari belakang, berjaga-jaga.
 
        “Loe dari kapan nggak makan?” tanyaku langsung saat Ify sudah duduk dan bersandar di sandaran tempat tidur sedangkan aku duduk di kursi tadi.
 
        “Dari semalem” jawabnya enteng seakan aku bertanya hal yang sepele, aku membelalakkan mataku kaget, astaga, cewek ini benar-benar.
 
        “Loe mau gue di bunuh sama mertua loe karena nggak becus ngurus menantu kesayangannya, ha?” ucapku tajam, rasa khawatir kesal semuanya menjadi satu
 
        “Yakkkk.... itu orang tua loe bego” pekiknya tidak terima. Lalu ku tinggalkan Ify sambil membawa bubur yang aku beli tadi menuju dapur. Tak lama Aku kembali dengan membawa semangkok bubur dan segelas air putih hangat untuknya.
 
        “Loe makan dulu, baru minum obat” ucapku dengan nada datar tidak ingin Ify tau bahwa aku sangat mengkhawatirkannya.
 
        “Perut gue sakit,” ucapnya menolak
 
        “Gue tau, makannya loe makan biar sakitnya hilang” pintaku lagi, sedikit menurunkan nada bicaraku
 
        “Sedikit saja” ucapku lagi saat dia ingin mencoba menolak. Ku lihat sepertinya Ify mulai luluh dan detik berikutnya Ify mengangguk. Aku sedikit tersenyum melihatnya luluh dengan kata-kataku, ya aku yakin saat ini Ify sedang bingung karena sikap ku berubah. Aku masih dengan sabar menyuapi Ify, tapi saat sendok ke empat yang aku sodorkan Ify sudah menolak
 
        “Udah Yo, perut gue bener-bener nggak enak” ucapnya sambil mendorong sendok dari hadapannya, aku menghela nafas panjang, ya aku tau sakit ini pasti menyiksanya. Ya setidaknya tiga sendok tadi membuatku sedikit lega, Lalu ku letakkan mangkok di nakas dan mengambil segelas air hangat dan obat.
 
        “Ya udah, loe minum obat dulu gih, ni” ucapku masih dengan nada lembut dan menyodorkan obat ke Ify.
 
        “Apa lagi itu, gue nggak mau” tolak Ify lagi, astaga kenapa cewek ini benar-benar keras kepala
 
        “Loe mau buat gue bener-bener dibunuh sama mertua loe?” tanyaku tapi dengan nada lembut sama seperti tadi
 
        “Bodo, lagian mana mungkin papa sama mama bunuh loe” ucap Ify lagi
       
        “Loe lupa kalo anak papa sama mama itu sekarang loe bukan gue?” tanya ku lagi
 
        “Tapi gue bener-bener nggak mau” tolak Ify masih keukeuh untuk tidak minum obat
 
        “Loe mau tau minum obat yang enak gimana caranya?” tanya ku dan dapat ku lihat Ify mengangguk. Lalu aku tersenyum sekilas, aku meminum air secukupnya dan sengaja tidak aku telan lalu aku letakkan obat tadi di antara dua bibirku, aku lihat Ify mengerenyitkan dahinya bingung, jelas saja bingung aku pun tidak tau bagaimana cara ini terlintas dalam fikiranku, lalu di sela kebingungan Ify aku menariknya agar lebih dekat dengan ku, dan kedekat kan bibirku dengan bibirnya, Ify masih diam tanpa melakukan apapun, seakan tidak menyangka dengan apa yang aku lakukan saat ini, perlahan aku mendorong obat yang ada di bibir ku agar berpindah ke tempat Ify, bibirku masih setia menempel dibibir lembut Ify, sampai akhirnya ku rasa obat tadi berhasil Ify telan.
 
        “Gimana? hemmm?” tanyaku lebih tepatnya mungkin ingin menggoda Ify, Ify masih diam, pipinya sedikit merah, setidaknya itu lebih baik dari pada warna pucat yang terpoles di pipinya.
 
        “Loe....” aku rasa Ify benar-benar shock saat ini, sampai berkata pun seakan sulit, sebenarnya aku juga shock dengan apa yang aku lakukan. Heyyy. Dari mana terlintas di fikiranku untuk melakukan itu, bukankah itu sama saja kami baru saja melakukan kiss? Ya harus aku akui itu ciuman pertamaku dan dengan sukarela aku serahkan ke Ify.
 
        “Tidur, loe perlu istirahat” ucap ku akhirnya karena sedari tadi Ify hanya diam, aku membimbing Ify agar tidur dan setelah itu aku menyelimuti tubuhnya dengan selimut.

BERSAMBUNG.........

1 comment:

  1. emmmmm...bisa di bilg bagus + keren = sngat bagus dan keren.. :) tpi ada yg gak nyambung

    ReplyDelete

KLARIFIKASI KKN DESA PENARI LANGSUNG DARI SUMBERNYA @SIMPLEM81378523

Untuk kalian yang mau tau klarifikasi KKN Desa Penari. Silahkan Tonton Video di Vlog Bang Radit.